Langkah-Langkah Penelitian Sejarah dan Historiografi
B.
Langkah-Langkap Penelitian Sejarah
1. Pemilihan Topik
Langkah pertama sebelum kita melakukan penelitian
sejarah adalah memilih topik yang akan diteliti agar objek yang diteliti
menjadi lebih jelas dan prosedur yang dilakukan terarah. Dalam memilih topik,
Kuntowijoyo (1995 : 90 – 92) menyarankan didasarkan pada kedekatan emosional
dan kedekatan intelektual. Selain itu, perlu diajukan terlebih dahulu
pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi masalah penelitian yaitu sebagai
berikut :
a. What (apa) : Perhatikan
tentang aspek- aspek yang akan kita teliti misalnya apakah kita akan melakukan
penelitian di bidang ekonomi, politik, budaya, sosial, atau yang lainnya.
b. Who (siapa) : Perhatian
siapa yang akan menjadi objek penelitian kita baik itu secara individu ataupun
kelompok-kelompok sosial seperti tokoh, bangsawan kerajaan, veteran, petani,
nelayan, korban perang dan sebagainya.
c. Where (dimana) : Pada
pertanyaan ini mengaju pada aspek keruangan / lokasi ataupun geografis dari
objek yang akan diteliti. Misalnya, Anda akan meneliti sebuah daerah
administratif seperti kecamatan, kelurahan, kabupaten, desa, provinsi ataupun
negara. Dalam melakukan penelitian berikan batasan geografis pada daerah
penelitian Anda.
d. When (kapan) : Pertanyaan ini
berkaitan dengan aspek batasan waktu atau periodisasi yang akan dijadikan objek
penelitiannya karena salah satu ciri penting dari ilmu sejarah adalah konteks
waktunya.
Kuntowijoyo (1995 : 90-91)
mengatakan bahwa dalam memilih topik perlu diperhatikan empat kriteria yaitu :
1)
Nilai bahwa topik yang dipilih harus sanggup
memberikan penjelasan atas sesuatu yang berarti / bernilai.
2)
Keaslian, artinya belum ada peneliti lain yang
meneliti objek tersebut dan jika objek tersebut telah dikaji oleh peneliti
terdahulu maka Anda harus yakin bahwa :
·
Adanya evidensi baru yang sangat substansial dan
signifikan
·
Adanya intepretasi baru dari evidensi yang valid dan
dapat ditunjukkan.
3)
Kepraktisan, artinya penelitian harus dapat dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal seperti :
·
Keberadaan sumber dapat diperoleh tanpa adanya
kesulitan.
·
Sumber dapat
dimanfaatkan oleh peneliti tanpa adanya tekanan.
·
Adanya kemampuan untuk memanfaatkan sumber.
·
Ruang lingkup pemanfaatan seperti makalah, buku,
tesis, ataupun laporan.
4)
Kesatuan, artinya adanya kesatuan tema yang memberikan
suatu titik tolak, arah dan tujuan tertentu.
2. Heuristik
(Pengumpulan Sumber)
Setelah Anda menentukan topik penelitian maka
selanjutnya adalah melakukan pengumpulan sumber yang disebut dengan heuristik.
Kata “Heuristik” berasal dari bahasa Yunani yaitu “heuriskein” yang berarti
menemukan. Intinya, heuristik merupakan tahap dimana para peneliti mulai
mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber – sumber sejarah ataupun data –
data yang berkaitan dengan objek penelitian yang berguna untuk mengetahui
peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Anda dapat melakukan pengumpulan sumber dari berbagai
tempat yang sesuai dengan topik pilihan Anda dan juga sesuai dengan jenis
sumber yang Anda inginkan misalnya sumber tertulis, sumber dari benda-benda ataupun
sumber dari saksi hidup. Kemudian, pengumpulan sumber (heuristik) meliputi tiga
hal pokok yaitu :
1)
Corroboration : artinya membandingkan data yang ada
guna menentukan apakah data tersebut memberikan informasi yang sama atau tidak.
Dengan kata lain, langkah ini digunakan untuk memverifikasi keaslian data.
2)
Sourcing : artintya melakukan identifikasi penulis,
tanggal, serta tempat tempat di buatnya data.
3)
Contextualization : artinya mengidentifikasi waktu dan
tempat peristiwa bersejarah tersebut.
3. Verifikasi
(Kritik Sejarah)
Setelah pengumpulan sumber, langkah selanjutnya adalah
melakukan uji keaslian dan kebenaran data. Penting bagi seorang peneliti
sejarah untuk dapat membuktikan keaslian dan kebenaran data yang diperoleh dari
hasil penelitiannya. Untuk itu sumber sejarah juga harus terbukti benar dan
perlu dilakukan kritik sumber untuk menguji kebenarannya.
Penafsiran terhadap sumber – sumber dan fakta – fakta
sejarah yang ada, harus bersifat logis dan saling terkait dengan konteks
peristiwa secara keseluruhan. Interpretasi harus dilakukan secara objektif,
deskriptif dan selektif. Yang dimaksud dengan objektif adalah penafsiran harus
dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada tanpa ada unsur pribadi yang
bersifat subjektif. Sedangkan, deskriptif berarti penafsiran yang dilakukan
harus memiliki landasan yang jelas dan tepat. Kemudian, selektif berarti sumber
– sumber sejarah dan fakta – fakta yang sudah ditemukan harus disaring terlebih
dahulu apakah relevan dengan objek penelitian. Verifikasi pun terdiri dari dua
macam yaitu :
a.
Verifikasi Eksternal
Verifikasi eksternal merupakan kritik terhadap keaslian dan keabsahan
sumber data. Adapun pertanyaan terkait verifikasi eksternal yaitu :
§ Apakah ada bukti
yang memperlihatkan penulis tidak mengetahui hal-hal yang seharusnya sudah
diketahuinya
§ Apakah dokumen
tersebut hanya salinan atau asli
§ Apakah gaya
bahasa dan penulisan yang digunakan penulis sesuai dengan periode waktu dari
topik yang diteliti
§ Apakah penulis
melaporkan peristiwa atau tempat yang belum diketahuinya selama rentang waktu
penulisan tersebut
§ Apakah ada
pengubahan pada data awal baik disengaja ataupun tidak ketika menyalin data
tersebut
§ Apakah dukumen
itu asli atau salinan
b.
Verifikasi Internal
Verifikasi internal adalah kritik terhadap keterpercayaan atau kredibilitas
pada data. Maksudnya adalah peneliti harus bersikaf netral dan objektif dalam
menggunakan data yang sudah diperoleh sehingga terjamin kebenaran dan keabsahan
dari peristiwa sejarah tersebut. Adapun contoh pertanyaan dari verifikasi
internal antara lain :
§ Seberapa jauhkah
penulis dapat dipercayai
§ Apakah maksud
sebenarnya yang ingin disampaikan penulis
§ Bagaimanakah cara
menafsirkan kata-kata yang digunakan penulis
§ Apa yang ingin
penulis sampaikan pada setiap kata ataupun pernyataan yang tertera
4. Interpretasi
Setelah penelitian Anda dilakukan verifikasi maka
selanjutnya adalah interpretasi. Yang dimaksud dengan interpretasi adalah
menafsirkan sumber – sumber yang sudah ditemukan. Pada tahap ini, peneliti akan
melihat keterkaitan informasi yang dikumpulkan yang biasa disebut interpretasi
sintesis. Kemudian, melihat hubungan sebab akibat disebut interpretasi analisis
dan juga membuat kontruksinya sendiri. Selanjutnya, kontruksi diuji dan
dianalisis lagi hingga siap disampaikan secara tertulis sehingga penulis
memiliki kontruksi ataupun sudut pandang terkait topik yang diteliti.
Selama proses penafsiran, penelti menggunakan
teori-teori dari ilmu – ilmu sosial sehingga hasil penelitiannya bersifat
objektif dalam batas keilmiahaannya. Meskipun begitu, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, penulis juga memiliki pandangannya tersendiri terkait
objek penelitiannya yang didasarkan pada sumber yang valid.
5. Histografi
Langkah terakhir dari penelitian sejarah adalah
histografi atau penulisan sejarah. Disini, peneliti menyampaikan hasil
penelitiannya dalam bentuk tulisan sehingga dapat dibaca oleh khalayak umum.
Dalam hal ini penulis harus mampu memberikan penyampaiannya yang komunikatif
dan valid kepada pembaca. Pada langkah sebelumnya, penulis telah melakukan
konstruksi sumber – sumber sejarah sehingga dihasilkan data dalam bentuk yang
masih terpisah – pisah. Oleh karena itu, bagian – bagian terpisah tersebut
direkonstruksi sehingga menjadi tulisan yang utuh. Singkatnya setelah
menentukan topik penelitian, sumber-sumber sejarah yang sudah dikumpulkan,
diverifikasi kemudian diinterpretasikan lalu disajikan secara tertulis yang
komunikatif, logis, sistematis dan bermakna.
Umumnya, histografi yang baik menyajikan latar
belakang, kronologi peristiwa, analisis sebab akibat, dan uraian mendetail
terkait hasil penelitian, dampak beserta kesimpulan. Sehingga memberikan
informasi yang lengkap dan menyeluruh kepada pembaca.
C. Historiografi
Historiografi berasal dari bahasa Yunani – “Historia”,
yang berarti “sejarah” dan “Graphe”, yang berarti “tulisan” atau “naskah”.
Menurut Louis Gottschalk, pengertian historiografi tak jauh-jauh dari tulisan
mengenai sejarah. Singkatnya, ia menyebut historiografi sebagai bentuk
publikasi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan mengenai peristiwa atau
kombinasi peristiwa-peristiwa di masa lampau. Dalam perjalanannya,
historiografi dibagi menjadi 3 macam, yakni historiografi tradisional,
historiografi kolonial, dan historiografi nasional. Untuk lebih jelasnya
mengenai ketiga jenis historiografi, berikut penjelasannya.
1. Historiografi
Tradisional
Historiografi tradisional merupakan penulisan sejarah
yang seringkali dilakukan oleh para sastrawan atau pujangga keraton dan
bangsawan kerajaan. Historiografi ini berasal dari masa kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha dan Islam. Contoh historiografi tradisional adalah prasasti
Canggal, Negarakertagama, Sutasoma, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Babad Tanah
Jawi.
2. Historiografi
Kolonial
Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah
yang muncul semasa kolonialisme Belanda di Indonesia, dimulai sejak VOC sampai
pemerintahan Hindia Belanda. Tujuan ditulisnya adalah sebagai penguat kedudukan
mereka di Indonesia. Contoh historiografi kolonial antara lain Indonesian Trade
and Society, tulisan J.C. van Leur , Indonesian Sociological Studies, tulisan
Schrieke , Indonesian Society, tulisan Wertheim.
3. Historiografi
Nasional
Sejak merdeka pada tahun 1945; penulisan historiografi
menjadi Indonesia-sentris. Artinya, bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia
menjadi fokus perhatian. Bangsa Indonesia telah menempuh perjalanan sejarah
yang panjang. Historiografi nasional adalah Sejarah Perlawanan-Perlawanan
Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, editor Sartono Kartodirdjo; Sejarah
Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI, editor Sartono Kartodirdjo; dan
Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh. Ali.
Comments
Post a Comment