MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN MEGA WATI DAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Masa Politik Dan Ekonomi Pemerintahan
Presiden Megawati Soekarno Putri
Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai
presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong.
Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap tegas Pemerintahan
Presiden Megawati Soekarno Putri dalam menghapus KKN, menyusun langkah
untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepanjangan, meneruskan
pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi
sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan
kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak
asasi manusia.
a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan
Pada masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, MPR kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Salah satu perubahan penting terkait dengan pemilihan umum adalah perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. Dengan demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih calon anggota legislatif, presiden dan kepala daerah secara terpisah. Hal lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang hukum dan pemerintahan adalah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan DPR yang secara langsung menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penetapan APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK.
b. Reformasi Bidang Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat
dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi
berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang
kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan
situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat. Wakil Presiden Hamzah Haz
menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi
menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi
stimulus pemulihan ekonomi.
Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR.
c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan Wilayah
Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah
satu pekerjaan rumah Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri.
Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam
antara pemerintah pusat dan daerah menjadi masalah yang berujung pada keinginan
untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama beberapa
provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan sedikit dari
hasil sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan untuk melepaskan diri
adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan represif
yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde Baru di kedua provinsi tersebut
menjadi alat propaganda efektif bagi kelompokkelompok yang ingin memisahkan
diri.
Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua propinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik propinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya Presiden Megawati untuk memperbaiki hubungan pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD. Presiden Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas negeri.
d. Desentralisasi Politik dan Keuangan
Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan
Presiden Megawati berupaya untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang
telah dirintis sejak tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun
1999 tentang perimbangan keuangan pusat-daerah. Upaya ini merupakan proses
reformasi tingkat lokal terutama pada bidang politik, pengelolaan keuangan
daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam daerah untuk kepentingan
masyarakat setempat. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan
dengan struktur pemerintahan di masa mendatang dimana masing-masing daerah akan
diberi wewenang lebih besar untuk mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan
potensi ekonomi yang mereka miliki.
Otonomi daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi
pada tahun 1998. Setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa
daerah mulai menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap sistem sentralisasi
kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat yang sangat kuat. Kepala daerah yang
bertugas di beberapa daerah mulai dari posisi gubernur hingga bupati seringkali
bukan merupakan pilihan masyarakat setempat. Pada masa pemerintahan Orde Baru,
para pejabat yang bertugas di daerah umumnya adalah pejabat yang ditunjuk oleh
pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat. Masalah di
daerah semakin kompleks saat pejabat bersangkutan kurang dapat mengakomodasi
aspirasi masyarakat setempat. Faktor inilah yang membuat isu mengenai otonomi
daerah menjadi penting sebagai bagian dari reformasi politik dan sosial
terutama di beberapa wilayah yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Masa pemerintahan,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimulai dari tahun 2004-2014.
Di masa pemerintahannya, ada 2 wakil presiden
yakni Jusuf Kalla dan Boediono.
Kebijakan politik yang dibuat adalah Kabinet
Indonesia Bersatu yang berada di dalam 2 periode, Kabinet Indonesia Bersatu I
dan Kabinet Indonesia Bersatu II. Saldi Isra dalam 10 tahun bersama SBY:
catatan dan refleksi dua periode kepemimpinan
(2014) mengatakan bahwa selama menjabat sebagai presiden, Susilo Bambang
Yudhoyono dianggap sebagai presiden yang secara spesifik mengemukakan agenda
pemberantasan korupsi. Pada zaman SBY, KPK direvitalisasikan dan memiliki
posisi politik yang sangat kuat. KPK telah membongkar berbagai kasus salah
satunya
kasus suap Kemenpora Wafid Muharram atau kasus
korupsi Wisma Atlet yang dilakukan oleh Nazaruddin.
selama 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono, penegakan atau supremasi hukum diberikan porsi yang baik dan besar.
Di dalam hubungan internasional, peran Indonesia dalam kancah internasional
tidak dipandang sebelah mata. Indonesia pada masa itu aktif di berbagai forum
internasional seperti APEC dan Global Climate Change.
Kemajuan pemerintahan SBY tidak sampai disitu
saja. Berbagai kemajuan dilakukan, di antaranya:
Adanya Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Pendidikan wajib 12 tahun Pembangunan wilayah juga
berjalan baik seiring dengan konektivitas Meskipun banyak pencapaian yang dibuat oleh
Suliso Bambang Yudhoyono,
namun banyak isu kontroversial yang ada di
dalam masa pemerintahannya. Beberapa di antaranya adalah:
Kasus Century
Kriminalisasi KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi Kasus mafia pajak yang
melibatkan Gayus Tambunan
Kasus Sekretariat Gabungan Isu jaksa agung
yang terkait pengangkatan Jaksa Agung Hendarman Supandji Konflik perbatasan
Indonesia dan Malaysia
Comments
Post a Comment